Antara BPR JAKARTA dan IRIAN
Melihat kehidupan perbankan di Indonesia , Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak Bank yang dibagi menjadi tiga jenis dalam pelaksanaanya . Pertama , yaitu Bank Konvesional yaitu merupakan Bank yang melakukan kegiatan perbankan secara umum. Kedua ,Bank Syariah , yaitu Bank yang dalam pelaksanaanya tidak jauh berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh Bank Konvesional namun Bank Syariah lebih menekankan syariat-syariat islam dalam transaksinya , dan tidak menghalalkan prinsip bunga bank yang dilakukan seperti Bank Konvesional . Namun , Bank Syariah lebih menekankan kepada sistem bagi hasil dalam transaksi perbankan yang dilakukannya . Kemudian yang terakhir yaitu Bank Perkreditan Rakyat atau yang disingkat menjadi BPR . BPR merupakan bank yang dikhususkan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan transaksi pemberian kredit , dan biasanya BPR banyak ditemui di daerah-daerah dibanding di perkotaan .Sebab , belum banyaknya jumlah bank konvesional yang menjamah pedesaan . Dalam kegiatannya , semua bank akan selalu berorientasi memberikan yang terbaik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank tersebut . Oleh karena itu , dibutuhkan suatu penilaian terhadap kinerja keuangan bank-bank tersebut apakah bank tersebut dapat digolongkan sebagai bank dalam kondisi yang sehat atau tidak . Dalam analisis kali ini , saya menggunakan statistik kinerja BPR untuk menilai kondisi keadaan bank tersebut dan mengambil sampel 2 provinsi yang berbeda yaitu DKI Jakarta sebagai ibukota provinsi dan Provinsi Irian Jaya Barat . Dalam menganalisis kinerja keuangan dibutuhkan laporan keuangan yang akan dinilai dalam lima aspek penilain yaitu CAMEL ( Capital , Assers , Management , Earning dan Liquidty ) , dimana aspek capital meliputi perhitungan CAR ( Capital Adequacy Ratio ) , aspek asset meliputi NPL ( Non Performing Loan ), aspek earning meliputi NIM ( Net Interest Margin ) dan BOPO ( Biaya Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional ) ,sedangakn aspek likuiditas meliputi LDR ( Loan to Deposit Ratio ) dan GWM ( Giro Wajib Minimum ) . Selain itu profitabilitas perbankan dinilai dengan ROE ( Return On Equity ) dan ROA ( Return On Asset ) . ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam kegiatan perusahaan , sedangkan ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat,2002) . ROA dinilai berdasarkan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset . Penilaian ROA adalah semakin besar jumlah ROA akan menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik , sehingga jumlah profitabilitas perusahaan pun akan meningkat . Sedangakn untuk analisis capital , semakin besar nilai suatu modal maka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut . Dan disebutkan bahwa nilai CAR akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA . Dari aspek asset terdapat perhitungan NPL yang menunjukann kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali redit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas . NPL dihitung berdasarkan jumlah kredit bermasalah terhadap jumlah kredit yang dikeluarkan oleh bank . Apabila suatu bank memiliki NPL dengan jumlah tinggi maka akan memperbesar biaya . sehingga dapat diambil kesimpulan semakin tinggi nilai NPL maka akan menganggu jalannya kinerja bank .Selain itu , terdapat BOPO dan NIM dalam aspek earning . BOPO mengukur sejauh mana manajemen bank telah menggunakan semua faktor produksinya secara efektif dan efisien yang dinilai berdasarkn perbandingan antara biaya operasi dengan pendapatan operasi . NIM merupakan selisih pendapatan bunga dengan biaya bungan oleh karena itu besarnya NIM akan mempengaruhi laba-rugi Bank yang akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan terebut , Sedangkan dalam penilaian likuiditas bank , digunakan LDR , yaitu mengukur seberapa besar dana bank di lepaskan ke perkreditan , semakin tinggi LDR maka laba bank semakin meningkat , Berikut statistik kinerja BPR yang dinilai berdasarkan kelima aspek tersebut . Berikut ini merupakan link yang menunjukan tabel statisktik kinerja BPR di Indonesia bulan Februari Nasional .
|
|
Dalam tulisan ini saya akan menggunakan sampel provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Irian Jaya Barat . Melihat tabel kinerja BPR tersebut , untuk provinsi DKI Jakarta , dapat dilihat bahwa jumlah ROA provinsi tersebut adalah 3,21 % , LDR sebesar 69,96% , NPL sebesar 6,22% , BOPO sebesar 90,25% , CAR sebesar 20,79% . Dapat diambil kesimpulan kinerja keuangan BPR di Provinsi DKI Jakarta belum terlalu efektif dan efisien , hal ini ditunjukan dengan nilai ROA yang kecil . Hal ini dipengaruhi oleh nilai BOPO yang sangat besar , BOPO merupakan penilaian seberapa besar pendapatan operasi digunakan untuk membiayai biaya operasi , maka nilai BOPO yang besar menunjukan bahwa BPR di jakarta belum dapat efisien dan efektif , hal ini berpengaruh negatif untuk ROA karena jika tidak efisien dalam menekan biaya , maka laba yang dihasilkan akan semakin sedikit . Ketidak efisiensian BPR di DKI Jakarta juga tercermin dari nilai LDR yang cukup tinggi , tetapi jumlah NPL juga semakin tinggi , hal ini menunjukan bahwa kredit yang diberikan oleh BPR banyak terdapat kredit bermasalah yang hasilnya akan mengurangi laba . Beda hal dengan Provinsi Irian Jaya Barat , BPR di provinsi Irian Jaya Barat dapat lebih berlaku efektif dan efisien , hal ini tercermin dari jumlah ROA yang tinggi yaitu 12,02% , yang tidak lain berasal dari nilai BOPO yang jauh lebih rendah dibanding dengan provinsi DKI Jakarta yaitu 42,51 % , hal ini membuktikan bahwa BPR di provinsi Irian Jaya Barat dapat lebih menekan biaya operasi sehingga laba yng dihasilkan akan besar . Selain itu nilai NPL yang kecil membuktikan bahwa jumlah kredit bermasalah sangat kecil , sehingga berpengaruh positif terhadap jumlah ROA . Ini membuktikan bahwa antara BPR di Provinsi Irian Jaya Barat lebih efisien dibandingkan dengan BPR di Provinsi DKI Jakarta .
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar