28 Mei 2011

PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA 2011

Diposting oleh Widya_Mauretya di 07.09 0 komentar
Pada tahun 2010 , perekonomian Indonesia dinilai oleh sejumlah kalangan sudah cukup menggembirakan , hal ini terjadi karena jika dibandingkan dengan perekonomian Negara lain yang mengalami pertumbuhan negatif , Indonesia justru mengalami pertumbuhan positif sekitar 6% . World Economic Forum melaporkan peringkat daya saing untuk Indonesia untuk tahun 2010 – 2011 naik 10 tingkat di angka 44 dari peringkt sebelumnya di level 54 , kenaikan itu terutama di dorong kinerja ekonomi makro yang sangat baik , khususnya kinerja ekspor yang tumbuh pesat . Komite Ekonomi Nasional atau KEN , lembaga yang ditugasi untuk member masukan kebijakan ekonomi kepada presiden , meyakini laju ekonomi Indonesia tahun depan akan melaju lebih cepat . KEN berharap bisa mendorong pemerintah memaksimalkan momentum pertumbuhan ekonomi ini dengan cara adanya koordinasi yang baik , pengambilan kebijakan yang cepat dan tepat , serta tetap mewaspadai gejolak keuangan global . Dengan kebijakan Ekonomi yg tepat ,KEN yakin perekonomian Indonesia pada tahun 2011 akan tumbuh dengan laju 6,4 % . Menurut KEN , tingkat konsumsi , investasi dan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara serentak , sementara total output perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai Rp 7.726 triliun , ini dikarenakan baru emasuki fase ekspansinya .
Sedangkan menurut Djayendra , seorang praktisi , penulis dan pembicara bidang manajemen korporasi menjelaskan bahwa indikator perekonomian Indonesia di akhir tahun 2010 ini memperlihatkan tanda – tanda positif . Cadangan devisa sudah mencapai angka sekitar 93 miliar dollar AS . Indeks saham BEI sudah mencapai angka di atas 3600 . Rupiah cukup kuat bergerak di sekitar Rp 8900 – 9100/USD .Ketiga hal tersebut menguat karena disebabkan oleh aliran modal asing ke Indonesia yang sangat luar biasa , khususnya ke pasar modal dan pasar uang . Termasuk naiknya harga – harga komoditas dasar di pasar global membuat perekonomian Indonesia semakin membaik . Disamping itu , gaya pemerintahan sekarang yang sangat pro pasar bebas , membuat para investor asing merasa nyaman berbisnis di Indonesia . Oleh karena itu , dalam jangka pendek perekonomian Indonesia memiliki prospek yang sangat bagus , dan di tahun 2011 perekonomian Indonesia akan semakin membaik . Untuk pembangunan ekonomi domestik , Djayendra melihat distribusi uang dari sektor perbankan ke sektor usaha sudah sangat membaik . Peran bank umum besar dan bank perkreditan rakyat semkin luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah . Saat ini mendapatkan modal usaha dari bank untuk usaha kecil menengah mungkin tidak sesulit zaman dulu . Sekarng bank semakin memahami kekuatan usaha kecil menengah dan memiliki motivasi yang sangat luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah . Artinya , perekonomian domestik dengan kekuatan usaha kecil menengah dan usaha non formal akan memperkuat fondasi perekonomian domestik Indonesia di sepanjang tahun 2011 .Lebih lanjut Djayendra memperkirakan prekonomian Indonesia akan tumbuh di kisaran 5,8% - 6,2% .Rupiah akan berada di sekita Rp 8900/9400 per USD .Sangat dipercaya di tahun 2011 perjalanan perekonomian Indonesia akan terlihat seperti di tahun 2010 . Sedangkan pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada ( UGM ) , Toni Prasetiantono dalam seminar politik dan ekonomi Indonesia 2011 di Jakarta sebagaimana dilansir medanbisnis , mengatakan bahwa potret ekonomi 2011 masih menjanjikan , pertumbuhan ekonomi sekitar 6% masih bisa dicapai . Sementara itu , Bank Pembangunan Asia memperkirakan perumbuhan ekonomi 45 negara berkembang Asia pada 2011 tetap di level 7,3 % dari estimasi tahun ini di 8,6 % . Perekonomian Indonesia harus selalu dikelola secara sanagt hati- hati , sebab dana –dana investasi yang masuk cukup besar ke pasar modal dan pasar uang tersebut berpotensi sebagai dana – dana spekulasi . Untuk itu , saatnya kita semua tidak terlalu terlena oleh pujian – pujian dari berbagai lembaga internasional terhadap kemajuan ekonomi Indonesia .Kita semua harus selalu optimis dalam melihat masa depan ekonomi , kita juga harus cerdas memahami realitas yang kita miliki saat ini . Menurut Djayendra , beberapa hal yang perlu diperhatikan di tahun 2011 adalah :
1. Pemerintah harus lebih focus untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi domestik
2. Industri dalam negeri harus lebih dilindungi dan jangan dibiarkan menjadi korban dari industri murah China
3. Jangan terlalu terlena dengan angka – angka ekonomi makro , tapi perhatikan sifat dari angka –angka ekonomi makro tersebut .
4. Manfaatkan momentum positif perekonomian Indonesia di tahun 2011 untuk memperkuat fondasi sektor usaha perkebunan , pertanian , perikanan , dan energi .
5. Manfaatkan potensi kreatifitas masyarakat Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik .
6. Alam Indonesia yang luar biasa indah seharusnya mulai dikelola secara professional untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara .
Resiko dan Tantangn Ekonomi pada tahun 2011 diantaranya yaitu sebagaimana dituturkan oleh Komite Ekonomi Nasional dalam buku Prospek Ekonomi Indonesia 2011 ada sejumlah tantangan dan resiko yang perlu diantisipasi Indonesia di tahun 2011 , antara lain : tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai asset ( asset bubble ) dan inflasi karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing , termasuk jangka pendek . Terhentinya arus modal dan bahka terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar . Subsidi energy dan alokasi yang kurang efisien . Selama ini subsidi bahan bakar minyak (bbm) masih dinikmati orang mampu . Terkait masalah ini Ketua Komite Ekonomi Nasional , Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapat subsidi ialah orang miskin . orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi . Resiko inflasi terutama dipicu komponen makanan , pendidikan dan ekspektasi inflasi .Infrastruktur dan interkoneksi (transportasi ) yang kurang memadai .

Sumber : http://www.lintasberita.com/Dunia/Bisnis/prospek-ekonomi-indonesia-2011
http://iklanpos.co.id/?p=2730

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Diposting oleh Widya_Mauretya di 07.07 0 komentar

Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah



PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI MASA ORDE BARU
nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1.Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2.Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3.Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH SETELAH ORDE BARU
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu]:
1.melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2.pembentukan negara federal; atau
3.membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1.Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2.Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3.Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4.Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6.Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7.Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8.Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9.Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10.Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11.Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12.Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13.Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14.Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15.Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

SUMBER :http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-philosophy/2062077-pengertian-otonomi-daerah/#ixzz1MtsC4uuF
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia

PERAN UKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Diposting oleh Widya_Mauretya di 07.02 0 komentar



Usaha kecil menengah adalah usaha yang dijalankan oleh 1 atau 2 orang saja, atau usaha yang memiliki modal lebih kecil dari Rp. 50.000.000, disebut usaha kecil dan usaha memiliki modal lebih kecil dari Rp. 200.000.000 disebut usaha menengah. tetapi ada pula yang menyebutkan usaha yang dijalankan 50-60 orang masih tergolong usaha kecil menengah.Wiraswasta dalam usaha bisnis menengah dan kecil sangat menunjang perekonomian bangsa Indonesia dikarenakan dengan adanya unit usaha kecil dan menengah selain menguranggi jumlah angka penganguran UMKM juga berperan penting yang dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu jumlah unit usaha yang terbentuk, penyerapan tenaga kerja, perannya dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan sumbangannya terhadap ekspor nasional. Dalam kurun waktu 1997-2001 rata-rata unit UMKM secara nasional mencapai 99,81% dari totalperusahaan yang ada. Oleh sebab itu pemerintah harus ikut campur tanggan mengenai pengembangan dan kelangsungan Hidup suatu usaha kecil dan menengah, dengan cara memberi modal pinjaman tunai dengan bungah rendah.
Agar UMKM dapat bersaing dalam pasar nasional dengan unit usaha yang dikelolah oleh Investor Asing. Dikarenakan banyak UMKM yang sudah tidak Bangkrut dikarenakan kalah bersaing dengan pasar-pasar moderen di karenakan kekurangan modal dan tidak mampu melunasi bunga pinjaman yang tinggi. Berkaitan dengan pertumbuhan UMKM tersebut, perlu dilihat
hubungan antara pertumbuhan UMKM dengan kemiskinan pada masyarakat, dan juga peran UKM mengurangi kemiskinan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi langkahlangkah kebijakan yang dapat ditempuh dalam pengembangan UMKM dalam rangka mengurangi kemiskinan. Namun jika pemerintah tidak campur tanggan dalam UMKM maka dengan sendirinya UMKM akan semakin merosotkan petan uasaha kecil disektor pertanian dan perdagangan.
Dengan semakin merosotnya peran usaha kecil di sektor pertanian dan perdagangan, maka dua penyumbang besar terhadap nilai tambah dari kelompok usaha kecil ini dominasinya juga akan semakin mengecil dalam pembentukan PDB. Sehingga jika kecenderungan ini dibiarkan maka posisi usaha kecil akan kembali seperti sebelum krisis atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha menengah yang sejak krisis mengalami kemerosotan diberbagai sektor, maka posisi usaha menengah semakin tidak menguntungkan. Padahal dalam proses modernisasi dan demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting terutama untuk meningkatkan daya saing. Karena usaha menengah lebih mudah melakukan modernisasi dan mengembangkan jaringan ke luar negeri dalam rangka perluasan pasar. Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.1
kualitas jasa juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.

Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/peran-umkm-dalam- perekonomian-indonesia/
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2034751-peran- ukm-dalam-perekonomian-indonesia/#ixzz1Mu3pKveO

11 Mei 2011

PENGERTIAN PENDAPATAN PERKAPITA

Diposting oleh Widya_Mauretya di 07.08 0 komentar
PENDAPATAN PERKAPITA PULAU PAPUA DAN MALUKU PERIODE 2005 - 2011




A . PENGERTIAN PENDAPATAN PERKAPITA
Pendapatan Perkapita suatu daerah merupakan suatu tolak ukur kemajuan suatu daerah tersebut , apabila pendapatan perkapita suatu daerah rendah dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat di daerah tersebut mengalami penurunan , dan begitu pula sebaliknya apabila pendapatan perkapita suatu daerah tinggi maka dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat tersebut mengalami peningkatan , tapi pendapatan tersebut bukan hanya didapat / diperoleh dari mekanisme ekonomi masyarakatnya saja , banyak faktor yang mempengaruhi penurunan / peningktan pendapatan tersebut seperti keadaan alam yang tidak dapat diperkirakan keadaannya ,kondisi alam ini dapat berubah sewaktu-waktu yang dapat menimbulkan bencana alam yang akan membuat pendapatan suatu Negara akan mengalami penurunan . Hal ini berlaku bagi seluruh daerah di belahan dunia tidak terkecuali daerah di Indonesia , Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai perkembangan pendapatan perkapita di pulau Maluku dan Papua . Secara signifikan dapat terlihat bahwa pulau Maluku dan papua selalu mengalami peningkatan pendapatan ,hal ini terjadi karena kehidupan di pulau – pulau tersebut sudah mengalami kemajuan , selain itu pengelolahan sumber daya alam di pulau tersebut sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang menyebabkan penambahan pendapatan . Dan peningkatan pendapatan tersebut tidak lepas dari perkembangan teknologi yang mulai merambah provinsi – provinsi di pulau tersebut yang akan lebih memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dalam melakukan usaha . Akan tetapi pada tahun 2008 , provinsi papua mengalami penurunan pendapatan , hal ini disebabkan oleh banyak faktor , yaitu :
1 . PERUSAKAN ALAM
Perusakan alam di Papua makin nyata dan sampai ke pintu rumah kita kapan saja. Misalnya, Jayapura hujan deras dalam beberapa jam, jalan-jalan raya menjadi tempat sampah raksasa karena saluran pembuangan air tersumbat sampah dan wilayah resapan air dan pembuangan air terisi dengan bangunan ruko dan perumahan penduduk. Kenyataan-kenyataan ini menjadi tanda nyata dari kekurangan dalam sistem tata ruang Kota Jayapura atau kalau tata ruang sudah tercipta, penegakan hukum yang memastikan pelaksanaanya.Di tingkat yang bersifat lebih regional Papua, kita menyaksikan bagaimana proses operasi pembalakan kayu liar (illegal logging) berakhir dengan terjadinya banjir wasior .
Dengan terjadinya banjir ini , timbul berbagai permasalahan yang baru yang menyebabkan pendapatan perkapita provinsi papua mengalami penurunan . Diantaranya , banjir wasior ini menyebabkan lahan – lahan serta rumah warga mengalami kerusakan dan diantaranya merupakan lahan / tempat usaha , hal ini menyebabkan tidak ada tingkat pemasukan dari pendapatan masyarakat karena rusaknya tempat mereka untuk bekerja . Oleh karena itu dengan adanya kerusakan alam dapat memicu adanya penurunan pendapatan perkapita masyarakat .

2 . MASALAH FREEPORT
PT.FREEPORT merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di papua , permasalahan yang terjadi antara masyarakat papua dengan perusahaan tersebut telah memicu penurunan pendapatan perkapita masyarakat provinsi tersebut , karena permasalahan ini mengakibatkan para tenaga kerja papua lebih cenderung untuk mengurusi masalah tersebut yang berakhir dengan masalah penembakan warga papua dibanding untuk meningkatkan kinerja mereka , hal ini berujung dengan menurunnya pendapatan perkapita provinsi tersebut dibanding tahun sebelumnya .

B . PANDANGAN INDONESIA TERHADAP PAPUA
Pasar bebas era abad 21 memang sebebasnya orang atau lembaga menjalankan ketentuan Negara untuk menjebak rakyat sendiri. Bayangkan, Badan Pusat Stastistik 2010 menggunakan logika pendapatan dan pengeluaran perkapita sebagai acuan pengelompokan derajad orang miskin. Saya membantah logika semacam ini. Sebab di pedalaman Papua saja, sebagian penduduk local tidak tahu atau tidak berada pada ruang hidup ketergantungan pasar. Bagaimana orang mau keluarkan uang untuk beli barang sedangkan toko, pasar dan sejumlah prasarana saja tidak ada. Kehidupan nomaden masih berlaku di sebagian wilayah terisolir di Papua. Agenda pasar di Papua hanya berada pada titik dan pusat konsentrasi modal. Dengan demikian, pandangan perkapita tidak pantas dijadikan acuan. Maka itu, BPS jangan berkarya bagi pemenuhan pasar. Ada dugaan, perhitungan standar Negara semacam ini hanyalah bagian dari politik infiltrasi kapitalisme untuk terus meluaskan pasar capital di Tanah Papua. Agen-agen neoliberal semacam BPS adalah salah satu suprastruktur Negara yang dianggap berhasil berkarya .
Hasil Sensus Nasional terbaru tahun 2010 Badan Pusat Statistik telah merekam data perkembangan terbaru mengenai angka kemiskinan di Indonesia. Hasil sensus itu juga memetakan wilayah yang masih menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup parah. "Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyejahterakan masyarakat," ujar Kepala BPS Rusman Heriawan dalam penjelasan hasil Sensus Nasional yang dirilis berbarengan dengan uktah RI yang ke 65 . Rusman mengakui jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 memang telah berkurang 1,51 juta orang menjadi 31,02 juta orang (13,33 persen) dibandingkan dengan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang. Namun, angka kemiskinan itu terbilang tinggi. Menurut BPS yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Angka garis kemiskinan pada Maret 2010 adalah Rp211.726,- perkapita perbulan . Seharusnya BPS memandang corak social rakyat Papua yang masih nomaden di era pasar bebas ini sebagai acuan dalam menulis criteria kemiskinan. Bagaimana orang Papua punya uang untuk beli barang di pertokoan untuk mempertahankan hidup, sedangkan daerah-daerah di pedalaman Papua belum ada ketergantungan pada pasar. Rakyat Papua masih dimanjakan hasil hutan. Apakah suku korowai di pedalaman Papua yang mengenal apakah Negara Indonesia ini ada, mereka diklaim sebagai penduduk yang tidak punya kapita penghasilan atau pengeluaran?, Ini mengerikan sekali. Konsep sensus penduduk dan tingkatan kelas ekonomi rakyat sama sekali tidak bisa disamakan dengan kultur hidup rakyat Papua saat ini. Memang konsentrasi neoliberalisme menaruh ketergantungan besar rakyat kepada spectrum ekonomi kapitalisme. Tetapi, sesungguhnya, apa yang dikaji BPS di Papua terkait pendapatan sebagai ukuran miskin ini kekeliruan besar. Memang, fakta bahwa rakyat tidak punya kepemilikan asset karena dijarah oleh kapiun internasional ini benar . Ketersediaan data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran, menurut Rusman, sangat penting digunakan untuk mengevaluasi kebijakan strategis pemerintah terhadap kemiskinan. Ini juga penting untuk membandingkan kemiskinan antarwaktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Jika membandingkan antar daerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat. Prosentase angka kemiskinannya mencapai 34-36 persen, Tidak saja Papua, tetapi pola mendiskreditkan rakyat miskin tidak dapat dibenarkan bila logika miskin dapat diterapkan dengan karakter pasar dan ketergantungan pada pasar. Selain Papua, propinsi lain yang memiliki prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara, Aceh, Bangka Belitung dan lainnya. Jumlah penduduk di propinsi-propinsi tersebut yang memang tidak sebanyak di Jawa, tetapi secara prosentase dibandingkan total penduduk di wilayah tersebut kelompok orang miskinnya sangat tinggi .


Sumber : www.hampapua.org/skp/skp03/op-38i.rtf
http://arki-papua.blogspot.com/2010/08/indonesia-masih-miskin-cara-pandang.html

10 Mei 2011

Diposting oleh Widya_Mauretya di 03.04 0 komentar

28 Mei 2011

PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA 2011

0 komentar
Pada tahun 2010 , perekonomian Indonesia dinilai oleh sejumlah kalangan sudah cukup menggembirakan , hal ini terjadi karena jika dibandingkan dengan perekonomian Negara lain yang mengalami pertumbuhan negatif , Indonesia justru mengalami pertumbuhan positif sekitar 6% . World Economic Forum melaporkan peringkat daya saing untuk Indonesia untuk tahun 2010 – 2011 naik 10 tingkat di angka 44 dari peringkt sebelumnya di level 54 , kenaikan itu terutama di dorong kinerja ekonomi makro yang sangat baik , khususnya kinerja ekspor yang tumbuh pesat . Komite Ekonomi Nasional atau KEN , lembaga yang ditugasi untuk member masukan kebijakan ekonomi kepada presiden , meyakini laju ekonomi Indonesia tahun depan akan melaju lebih cepat . KEN berharap bisa mendorong pemerintah memaksimalkan momentum pertumbuhan ekonomi ini dengan cara adanya koordinasi yang baik , pengambilan kebijakan yang cepat dan tepat , serta tetap mewaspadai gejolak keuangan global . Dengan kebijakan Ekonomi yg tepat ,KEN yakin perekonomian Indonesia pada tahun 2011 akan tumbuh dengan laju 6,4 % . Menurut KEN , tingkat konsumsi , investasi dan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara serentak , sementara total output perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai Rp 7.726 triliun , ini dikarenakan baru emasuki fase ekspansinya .
Sedangkan menurut Djayendra , seorang praktisi , penulis dan pembicara bidang manajemen korporasi menjelaskan bahwa indikator perekonomian Indonesia di akhir tahun 2010 ini memperlihatkan tanda – tanda positif . Cadangan devisa sudah mencapai angka sekitar 93 miliar dollar AS . Indeks saham BEI sudah mencapai angka di atas 3600 . Rupiah cukup kuat bergerak di sekitar Rp 8900 – 9100/USD .Ketiga hal tersebut menguat karena disebabkan oleh aliran modal asing ke Indonesia yang sangat luar biasa , khususnya ke pasar modal dan pasar uang . Termasuk naiknya harga – harga komoditas dasar di pasar global membuat perekonomian Indonesia semakin membaik . Disamping itu , gaya pemerintahan sekarang yang sangat pro pasar bebas , membuat para investor asing merasa nyaman berbisnis di Indonesia . Oleh karena itu , dalam jangka pendek perekonomian Indonesia memiliki prospek yang sangat bagus , dan di tahun 2011 perekonomian Indonesia akan semakin membaik . Untuk pembangunan ekonomi domestik , Djayendra melihat distribusi uang dari sektor perbankan ke sektor usaha sudah sangat membaik . Peran bank umum besar dan bank perkreditan rakyat semkin luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah . Saat ini mendapatkan modal usaha dari bank untuk usaha kecil menengah mungkin tidak sesulit zaman dulu . Sekarng bank semakin memahami kekuatan usaha kecil menengah dan memiliki motivasi yang sangat luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah . Artinya , perekonomian domestik dengan kekuatan usaha kecil menengah dan usaha non formal akan memperkuat fondasi perekonomian domestik Indonesia di sepanjang tahun 2011 .Lebih lanjut Djayendra memperkirakan prekonomian Indonesia akan tumbuh di kisaran 5,8% - 6,2% .Rupiah akan berada di sekita Rp 8900/9400 per USD .Sangat dipercaya di tahun 2011 perjalanan perekonomian Indonesia akan terlihat seperti di tahun 2010 . Sedangkan pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada ( UGM ) , Toni Prasetiantono dalam seminar politik dan ekonomi Indonesia 2011 di Jakarta sebagaimana dilansir medanbisnis , mengatakan bahwa potret ekonomi 2011 masih menjanjikan , pertumbuhan ekonomi sekitar 6% masih bisa dicapai . Sementara itu , Bank Pembangunan Asia memperkirakan perumbuhan ekonomi 45 negara berkembang Asia pada 2011 tetap di level 7,3 % dari estimasi tahun ini di 8,6 % . Perekonomian Indonesia harus selalu dikelola secara sanagt hati- hati , sebab dana –dana investasi yang masuk cukup besar ke pasar modal dan pasar uang tersebut berpotensi sebagai dana – dana spekulasi . Untuk itu , saatnya kita semua tidak terlalu terlena oleh pujian – pujian dari berbagai lembaga internasional terhadap kemajuan ekonomi Indonesia .Kita semua harus selalu optimis dalam melihat masa depan ekonomi , kita juga harus cerdas memahami realitas yang kita miliki saat ini . Menurut Djayendra , beberapa hal yang perlu diperhatikan di tahun 2011 adalah :
1. Pemerintah harus lebih focus untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi domestik
2. Industri dalam negeri harus lebih dilindungi dan jangan dibiarkan menjadi korban dari industri murah China
3. Jangan terlalu terlena dengan angka – angka ekonomi makro , tapi perhatikan sifat dari angka –angka ekonomi makro tersebut .
4. Manfaatkan momentum positif perekonomian Indonesia di tahun 2011 untuk memperkuat fondasi sektor usaha perkebunan , pertanian , perikanan , dan energi .
5. Manfaatkan potensi kreatifitas masyarakat Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik .
6. Alam Indonesia yang luar biasa indah seharusnya mulai dikelola secara professional untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara .
Resiko dan Tantangn Ekonomi pada tahun 2011 diantaranya yaitu sebagaimana dituturkan oleh Komite Ekonomi Nasional dalam buku Prospek Ekonomi Indonesia 2011 ada sejumlah tantangan dan resiko yang perlu diantisipasi Indonesia di tahun 2011 , antara lain : tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai asset ( asset bubble ) dan inflasi karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing , termasuk jangka pendek . Terhentinya arus modal dan bahka terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar . Subsidi energy dan alokasi yang kurang efisien . Selama ini subsidi bahan bakar minyak (bbm) masih dinikmati orang mampu . Terkait masalah ini Ketua Komite Ekonomi Nasional , Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapat subsidi ialah orang miskin . orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi . Resiko inflasi terutama dipicu komponen makanan , pendidikan dan ekspektasi inflasi .Infrastruktur dan interkoneksi (transportasi ) yang kurang memadai .

Sumber : http://www.lintasberita.com/Dunia/Bisnis/prospek-ekonomi-indonesia-2011
http://iklanpos.co.id/?p=2730

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

0 komentar

Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah



PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI MASA ORDE BARU
nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1.Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2.Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3.Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH SETELAH ORDE BARU
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu]:
1.melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2.pembentukan negara federal; atau
3.membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1.Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2.Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3.Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4.Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5.Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6.Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7.Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8.Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9.Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10.Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11.Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12.Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13.Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14.Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15.Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

SUMBER :http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-philosophy/2062077-pengertian-otonomi-daerah/#ixzz1MtsC4uuF
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia

PERAN UKM DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

0 komentar



Usaha kecil menengah adalah usaha yang dijalankan oleh 1 atau 2 orang saja, atau usaha yang memiliki modal lebih kecil dari Rp. 50.000.000, disebut usaha kecil dan usaha memiliki modal lebih kecil dari Rp. 200.000.000 disebut usaha menengah. tetapi ada pula yang menyebutkan usaha yang dijalankan 50-60 orang masih tergolong usaha kecil menengah.Wiraswasta dalam usaha bisnis menengah dan kecil sangat menunjang perekonomian bangsa Indonesia dikarenakan dengan adanya unit usaha kecil dan menengah selain menguranggi jumlah angka penganguran UMKM juga berperan penting yang dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu jumlah unit usaha yang terbentuk, penyerapan tenaga kerja, perannya dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan sumbangannya terhadap ekspor nasional. Dalam kurun waktu 1997-2001 rata-rata unit UMKM secara nasional mencapai 99,81% dari totalperusahaan yang ada. Oleh sebab itu pemerintah harus ikut campur tanggan mengenai pengembangan dan kelangsungan Hidup suatu usaha kecil dan menengah, dengan cara memberi modal pinjaman tunai dengan bungah rendah.
Agar UMKM dapat bersaing dalam pasar nasional dengan unit usaha yang dikelolah oleh Investor Asing. Dikarenakan banyak UMKM yang sudah tidak Bangkrut dikarenakan kalah bersaing dengan pasar-pasar moderen di karenakan kekurangan modal dan tidak mampu melunasi bunga pinjaman yang tinggi. Berkaitan dengan pertumbuhan UMKM tersebut, perlu dilihat
hubungan antara pertumbuhan UMKM dengan kemiskinan pada masyarakat, dan juga peran UKM mengurangi kemiskinan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi langkahlangkah kebijakan yang dapat ditempuh dalam pengembangan UMKM dalam rangka mengurangi kemiskinan. Namun jika pemerintah tidak campur tanggan dalam UMKM maka dengan sendirinya UMKM akan semakin merosotkan petan uasaha kecil disektor pertanian dan perdagangan.
Dengan semakin merosotnya peran usaha kecil di sektor pertanian dan perdagangan, maka dua penyumbang besar terhadap nilai tambah dari kelompok usaha kecil ini dominasinya juga akan semakin mengecil dalam pembentukan PDB. Sehingga jika kecenderungan ini dibiarkan maka posisi usaha kecil akan kembali seperti sebelum krisis atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha menengah yang sejak krisis mengalami kemerosotan diberbagai sektor, maka posisi usaha menengah semakin tidak menguntungkan. Padahal dalam proses modernisasi dan demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting terutama untuk meningkatkan daya saing. Karena usaha menengah lebih mudah melakukan modernisasi dan mengembangkan jaringan ke luar negeri dalam rangka perluasan pasar. Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang.
Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.1
kualitas jasa juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.

Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/peran-umkm-dalam- perekonomian-indonesia/
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2034751-peran- ukm-dalam-perekonomian-indonesia/#ixzz1Mu3pKveO

11 Mei 2011

PENGERTIAN PENDAPATAN PERKAPITA

0 komentar
PENDAPATAN PERKAPITA PULAU PAPUA DAN MALUKU PERIODE 2005 - 2011




A . PENGERTIAN PENDAPATAN PERKAPITA
Pendapatan Perkapita suatu daerah merupakan suatu tolak ukur kemajuan suatu daerah tersebut , apabila pendapatan perkapita suatu daerah rendah dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat di daerah tersebut mengalami penurunan , dan begitu pula sebaliknya apabila pendapatan perkapita suatu daerah tinggi maka dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat tersebut mengalami peningkatan , tapi pendapatan tersebut bukan hanya didapat / diperoleh dari mekanisme ekonomi masyarakatnya saja , banyak faktor yang mempengaruhi penurunan / peningktan pendapatan tersebut seperti keadaan alam yang tidak dapat diperkirakan keadaannya ,kondisi alam ini dapat berubah sewaktu-waktu yang dapat menimbulkan bencana alam yang akan membuat pendapatan suatu Negara akan mengalami penurunan . Hal ini berlaku bagi seluruh daerah di belahan dunia tidak terkecuali daerah di Indonesia , Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai perkembangan pendapatan perkapita di pulau Maluku dan Papua . Secara signifikan dapat terlihat bahwa pulau Maluku dan papua selalu mengalami peningkatan pendapatan ,hal ini terjadi karena kehidupan di pulau – pulau tersebut sudah mengalami kemajuan , selain itu pengelolahan sumber daya alam di pulau tersebut sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang menyebabkan penambahan pendapatan . Dan peningkatan pendapatan tersebut tidak lepas dari perkembangan teknologi yang mulai merambah provinsi – provinsi di pulau tersebut yang akan lebih memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dalam melakukan usaha . Akan tetapi pada tahun 2008 , provinsi papua mengalami penurunan pendapatan , hal ini disebabkan oleh banyak faktor , yaitu :
1 . PERUSAKAN ALAM
Perusakan alam di Papua makin nyata dan sampai ke pintu rumah kita kapan saja. Misalnya, Jayapura hujan deras dalam beberapa jam, jalan-jalan raya menjadi tempat sampah raksasa karena saluran pembuangan air tersumbat sampah dan wilayah resapan air dan pembuangan air terisi dengan bangunan ruko dan perumahan penduduk. Kenyataan-kenyataan ini menjadi tanda nyata dari kekurangan dalam sistem tata ruang Kota Jayapura atau kalau tata ruang sudah tercipta, penegakan hukum yang memastikan pelaksanaanya.Di tingkat yang bersifat lebih regional Papua, kita menyaksikan bagaimana proses operasi pembalakan kayu liar (illegal logging) berakhir dengan terjadinya banjir wasior .
Dengan terjadinya banjir ini , timbul berbagai permasalahan yang baru yang menyebabkan pendapatan perkapita provinsi papua mengalami penurunan . Diantaranya , banjir wasior ini menyebabkan lahan – lahan serta rumah warga mengalami kerusakan dan diantaranya merupakan lahan / tempat usaha , hal ini menyebabkan tidak ada tingkat pemasukan dari pendapatan masyarakat karena rusaknya tempat mereka untuk bekerja . Oleh karena itu dengan adanya kerusakan alam dapat memicu adanya penurunan pendapatan perkapita masyarakat .

2 . MASALAH FREEPORT
PT.FREEPORT merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di papua , permasalahan yang terjadi antara masyarakat papua dengan perusahaan tersebut telah memicu penurunan pendapatan perkapita masyarakat provinsi tersebut , karena permasalahan ini mengakibatkan para tenaga kerja papua lebih cenderung untuk mengurusi masalah tersebut yang berakhir dengan masalah penembakan warga papua dibanding untuk meningkatkan kinerja mereka , hal ini berujung dengan menurunnya pendapatan perkapita provinsi tersebut dibanding tahun sebelumnya .

B . PANDANGAN INDONESIA TERHADAP PAPUA
Pasar bebas era abad 21 memang sebebasnya orang atau lembaga menjalankan ketentuan Negara untuk menjebak rakyat sendiri. Bayangkan, Badan Pusat Stastistik 2010 menggunakan logika pendapatan dan pengeluaran perkapita sebagai acuan pengelompokan derajad orang miskin. Saya membantah logika semacam ini. Sebab di pedalaman Papua saja, sebagian penduduk local tidak tahu atau tidak berada pada ruang hidup ketergantungan pasar. Bagaimana orang mau keluarkan uang untuk beli barang sedangkan toko, pasar dan sejumlah prasarana saja tidak ada. Kehidupan nomaden masih berlaku di sebagian wilayah terisolir di Papua. Agenda pasar di Papua hanya berada pada titik dan pusat konsentrasi modal. Dengan demikian, pandangan perkapita tidak pantas dijadikan acuan. Maka itu, BPS jangan berkarya bagi pemenuhan pasar. Ada dugaan, perhitungan standar Negara semacam ini hanyalah bagian dari politik infiltrasi kapitalisme untuk terus meluaskan pasar capital di Tanah Papua. Agen-agen neoliberal semacam BPS adalah salah satu suprastruktur Negara yang dianggap berhasil berkarya .
Hasil Sensus Nasional terbaru tahun 2010 Badan Pusat Statistik telah merekam data perkembangan terbaru mengenai angka kemiskinan di Indonesia. Hasil sensus itu juga memetakan wilayah yang masih menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup parah. "Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyejahterakan masyarakat," ujar Kepala BPS Rusman Heriawan dalam penjelasan hasil Sensus Nasional yang dirilis berbarengan dengan uktah RI yang ke 65 . Rusman mengakui jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 memang telah berkurang 1,51 juta orang menjadi 31,02 juta orang (13,33 persen) dibandingkan dengan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang. Namun, angka kemiskinan itu terbilang tinggi. Menurut BPS yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Angka garis kemiskinan pada Maret 2010 adalah Rp211.726,- perkapita perbulan . Seharusnya BPS memandang corak social rakyat Papua yang masih nomaden di era pasar bebas ini sebagai acuan dalam menulis criteria kemiskinan. Bagaimana orang Papua punya uang untuk beli barang di pertokoan untuk mempertahankan hidup, sedangkan daerah-daerah di pedalaman Papua belum ada ketergantungan pada pasar. Rakyat Papua masih dimanjakan hasil hutan. Apakah suku korowai di pedalaman Papua yang mengenal apakah Negara Indonesia ini ada, mereka diklaim sebagai penduduk yang tidak punya kapita penghasilan atau pengeluaran?, Ini mengerikan sekali. Konsep sensus penduduk dan tingkatan kelas ekonomi rakyat sama sekali tidak bisa disamakan dengan kultur hidup rakyat Papua saat ini. Memang konsentrasi neoliberalisme menaruh ketergantungan besar rakyat kepada spectrum ekonomi kapitalisme. Tetapi, sesungguhnya, apa yang dikaji BPS di Papua terkait pendapatan sebagai ukuran miskin ini kekeliruan besar. Memang, fakta bahwa rakyat tidak punya kepemilikan asset karena dijarah oleh kapiun internasional ini benar . Ketersediaan data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran, menurut Rusman, sangat penting digunakan untuk mengevaluasi kebijakan strategis pemerintah terhadap kemiskinan. Ini juga penting untuk membandingkan kemiskinan antarwaktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Jika membandingkan antar daerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat. Prosentase angka kemiskinannya mencapai 34-36 persen, Tidak saja Papua, tetapi pola mendiskreditkan rakyat miskin tidak dapat dibenarkan bila logika miskin dapat diterapkan dengan karakter pasar dan ketergantungan pada pasar. Selain Papua, propinsi lain yang memiliki prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara, Aceh, Bangka Belitung dan lainnya. Jumlah penduduk di propinsi-propinsi tersebut yang memang tidak sebanyak di Jawa, tetapi secara prosentase dibandingkan total penduduk di wilayah tersebut kelompok orang miskinnya sangat tinggi .


Sumber : www.hampapua.org/skp/skp03/op-38i.rtf
http://arki-papua.blogspot.com/2010/08/indonesia-masih-miskin-cara-pandang.html

10 Mei 2011

0 komentar
 

dyaluppha , , Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea


Smashed Pink Can